SELAMAT HARI KESEHATAN NASIONAL KE 50


Sabtu, 01 Agustus 2009

Konsep Pernikahan

2.1 Konsep Pernikahan
2.1.1 Pengertian Pernikahan
Terdapat beberapa literatur tentang batasan pernikahan antara lain :
Pernikahan adalah kerjasama antara dua orang yang telah sepakat untuk hidup bersama hingga akhir hayatnya. Agar kehidupan rumah tangga ini dapat langgeng mulai diperlukan ikatan yang kuat berupa rasa cinta dan saling memahami (M Qorni, 2003:11).
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (UU perkawinan Nomor 11, 2007).
Pernikahan dini sama dengan pernikahan pada umumnya yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita yang masih muda atau remaja dalam satu ikatan keluarga (Dian 2008)
Jadi pernikahan pada dasarnya merupakan bersatunya dua orang yang berbeda karakteristik dan telah sepakat untuk berkerjasama menjalani hidup untuk menemukan babak baru dalam kehidupan.
2.1.2 Hukum Pernikahan
Menikah hukum asalnya adalah mubah, namun hukum asal menikah ini dapat berubah menjadi hukum lain tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah. Oleh karena itu para ahli fiqih membagi hukum pernikahan menjadi empat hukum yaitu:
1) Wajib menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami dan mampu secara fisik, psikis dan material serta memiliki dorongan seksual yang tinggi sehingga dikhawatirkan kalau pernikahan itu ditangguhkan akan menjerumuskan pada zina.
2) Sunnah menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami dan sudah mampu secara fisik, psikis dan material, namun masih bisa menahan diri dari perbuatan zina.
3) Makruh menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami, namun belum mampu secara fisik, psikis atau material.
4) Haram menikah bagi mereka yang seandainya menikah akan merugikan pasangannya serta tidak menjadi kebaikannya, maupun menikah dengan tujuan menyakiti pasangannya.
Sedangkan hukum menikah usia muda menurut syara’ adalah sunnah (Idris Romulyo, 2002: 21).
2.1.3 Syarat Dalam Pernikahan
Menurut UU perkawinan bab II pasal 7
1) Persyaratan umum
(1) Perkawinan hanya diijinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun, dan perempuan sudah mencapai umur 16 tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan/ pejabat lain yang ditunjuk oleh dua orangtua pihak pria atau wanita.
(3) Ketentuan mengenai keadaan salah seorang / kedua orangtua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) UU ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat 2 pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6)
2) Persyaratan khusus
Adalah persyaratan yang bersifat pribadi dan antara individu yang satu dengan yang lain berbeda.
2.1.4 Usia Ideal Untuk Menikah
Usia ideal untuk menikah bagi wanita adalah usia 20-22 tahun karena pada usia ini adalah usia dimana seseorang telah mencapai kematangannya, baik secara emosi maupun matang secara sosial. Kematangan sosial adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri, memantapkan diri dan menghadapi segala macam kondisi dengan suatu cara dimana kita mampu untuk menyelesaikan persoalan yang kita hadapi pada kondisi itu. Selain itu rentang usia tersebut juga paling baik untuk mengasuh anak pertama/ The First Time Parenting (Fauzil Adhim, 2008: 38). Dari segi fisik seorang remaja sudah mampu untuk menikah dan berketurunan antara usia 16-18 tahun, namun pada usianya itu terkadang ia belum mencapai kadar kematangan emosi dan sosial yang memadai dimana ia mampu untuk memikul beban tanggung jawab. Kematangan itu baru bisa diperoleh pada beberapa tahun kemudian.
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda
Menurut UU perkawinan bab II
1) Tingkat pendidikan
2) Sikap dan hubungan orangtua
3) Sebagai jalan keluar dari berbagai kesulitan yang dihadapi
4) Pandangan dan kepercayaan
5) Faktor masyarakat, lingkungan, adat istiadat
2.1.6 Dampak Dari Pernikahan Dini
Pernikahan dini mempunyai dampak yang cukup berat dalam segi fisik, mental, kependudukan, dan terjadi perceraian. Dalam segi fisik remaja itu belum kuat, tulang pinggulnya masih terlalu kecil sehingga membahayakan proses persalinan sehingga dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Safe Motherhood menyatakan usia paling kecil resiko dalam melahirkan adalah 20 sampai dengan 35 tahun artinya melahirkan pada usia sebelum 20 tahun dan sesudah 35 tahun mengandung resiko tinggi. Selain itu perempuan yang menikah di bawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim karena sel-sel leher rahim belum matang kalau terpapar human papiloma virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.(Dian, 2008)
Dari segi mental emosi remaja masih belum stabil. Kestabilan emosi dalam psikologi terjadi pada usia 20 sampai dengan 24 tahun karena pada saat itu orang mulai memasuki usia dewasa. Maka kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya. Hal ini menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian. Dari data yang ada di Departemen Agama menujukan bahwa perceraian yang sering terjadi dalam suatu perkawinan yang dilakukan adalah 60% disebabkan oleh faktor usia yang masih muda dan belum mampu untuk membina rumah tangga. Dari segi kependudukan mempunyai tingkat fertilisasi yang tinggi sehingga tidak mendukung pembangunan di bidang kesejahteraan (Nurdin Ilyas, 2000)
Pernikahan dini dapat mengurangi keharmonisan keluarga, hal ini dikarenakan emosi remaja yang masih labil dan cara pikir yang belum matang. Kurangnya pengetahuan remaja yang menikah di usia dini tentang peran dan fungsi keluarga dapat menimbulkan dampak yang cukup berat antara lain yaitu : kesulitan dalam melakukan tugas sebagai suami, istri, maupun calon orang tua, kesulitan melakukan fungsi dalam keluarga serta ketergantungan kepada orang tua, serta dapat menyebabkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan masa pengenalan yang pendek, kesulitan ekonomi dalam keluarga, pengetahuan yang kurang akan tentang perkawinan atau hubungan yang tidak baik dengan keluarga (Eka, 2008)
Terdapat tiga masalah yang dihadapi anak yang menikah di usia dini yaitu hilangnya masa anak dan remaja, hilangnya kebebasan personal, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan secara penuh rasa kemandiriannya disamping penyangkalan pada kesejahteraan psikososial, emosional. Kesehatan dan kemampuan mencapai tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi. UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak mewajibkan kepada negara dan pemerintah untuk menjamin hak hidup, hak tumbuh kembang, perlindungan dan hak untuk didengar pendapat anak.(Andi, 2008).

Tidak ada komentar: