SELAMAT HARI KESEHATAN NASIONAL KE 50


Sabtu, 01 Agustus 2009

Konsep Dasar Fraktur

2.2.1 Pengertian
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang diberikan stress lebih besar dari kemampuannya untuk menahan. Fraktur dapat terjadi karena pukulan langsung, kekuatan yang berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba, dan bahkan kontraksi otot yang berlebihan. Meskipun hanya tulang yang patah, struktur sekitarnya juga dipengaruhi, yang mengakibatkan edema jaringan lunak, hemoragi ke dalam tulang dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah (Brunner dan Suddarth, 2002:2357).
2.2.2 Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Jika kasus fraktur ditemukan pada saat pemeriksaan maka disebut klasifikasi secara klinis (Clinical Clasification). Jika fraktur diidentifikasikan melalui hasil pemeriksaan foto X-ray, dimana hal ini menghasilkan pengamatan yang lebih adekuat, maka disebut klasifikasi X-ray (X-ray Clasification). Fraktur dapat juga diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor yang menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Cara seperti itu digolongkan sebagai klasifikasi secara fisiologis (Physiological Clasification) (Brunner dan Suddarth, 2002:2357).
2.2.2.1 Menurut Brunner dan Suddarth (2002), klasifikasi fraktur secara klinis antara lain:
1) Fraktur sederhana (Simple Fracture)
Secara umum dikenal sebagai fraktur biasa, atau fraktur tertutup (meskipun pada kenyataannya fraktur tertutup tidak selalu fraktur sederhana). Fraktur sederhana hanya melibatkan tulang dan jaringan lunak di sekitar daerah terjadinya patah. Tidak ada kulit terluka, tidak melibatkan syaraf ataupun pembuluh darah. Kadang-kadang kemunculan fraktur menutupi cedera yang lebih serius. Tapi bagaimanapun juga, jika fraktur tidak ditangani, akan berkembang menjadi cedera yang lebih parah, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya fraktur komplikasi.
2) Patah riuk (Compound fracture)
Patah riuk adalah fraktur yang disertai luka berhubungan dengan tulang yang patah. Resiko paling besar pada kasus ini adalah terjadi infeksi yang menetap pada tulang sehingga akan sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu, jika terjadi fraktur yang disertai dengan luka pada kulit sekitarnya, harus dilakukan tindakan sehingga luka dapat ditangani dalam keadaan steril, misalnya di dalam ruang operasi. Luka tersebut harus ditutupi menggunakan dressing steril. Jarak luka biasanya tidak terlalu jauh dari tempat terjadinya patah. Kadang-kadang, tulang yang patah menyobek dan membuat lubang kecil pada kulit, dan masuk kembali ke dalam. Lubang pada otot akan mengering dan dapat terkontaminasi atau juga dapat menyebabkan sebagian kain dari pakaian terjepit pada ujung tulang. Luka harus dibuka dan semua benda atau jaringan yang telah mati harus dikeluarkan. Jika luka hanya ditutup saja, akan mengakibatkan infeksi yang lebih besar. Patah riuk dibagi menjadi dua yaitu “langsung” dan “tidak langsung”. Pada patah riuk langsung, benda yang menancap di kulit langsung merusak tulang. Sedangkan patah riuk tidak langsung terjadi saat tulang keluar dan merobek kulit.
3)Fraktur komplikasi (Complicated fracture)
Adalah kasus yang melibatkan jaringan utama lainnya, seperti urat syaraf atau pembuluh darah atau organ vital lainnya seperti paru-paru. Beberapa fraktur sering disertai dengan komplikasi khusus, dan fraktur ini akan bertambah parah jika tidak ditangani dengan benar. Sangat penting untuk berhati-hati dalam memeriksa kasus fraktur yang diindikasikan dapat menimbulkan komplikasi.
2.2.2.2 Menurut Brunner dan Suddarth (2002), klasifikasi fraktur berdasarkan foto X-ray antara lain:
1) Fraktur melintang (Transverse Fracture)
Merupakan kasus cedera khusus yang disebabkan oleh tekanan langsung. Perlu diketahui bahwa pasa kondisi ini posisi ujung tulang bergeser dan membentuk sudut. Sudut disebabkan oleh adanya tekanan tetapi pergeseran disebabkan oleh adanya tarikan dari otot yang menempel pada ujung tulang yang berbeda. Hal ini kadangkala menarik sebagian tulang pasa sisis yang patah, dan hal ini harus diperhatikan karena dapat menyebabkan fraktur bertambah parah.
2) Fraktur melingkar (Spiral Fracture)
Sering terjadi pada saat kaki terpelintir/membelit dengan telapak kaki tertahan, misalnya kecelakaan pada kaki saat bermain ski. Kadangkala pada fraktur seperti ini sulit ditahan sesuai dengan panjangnya karena ujung tulang yang patah terlalu tinggi. Jika ini terjadi pada tulang kaki, lakukan foto X-Ray secara hati-hati, karena kadang-kadang fibula terlihat utuh, padahal terjadi fraktur pada tudi sekitar lutut dan harus dipastikan bahwa urat syaraf yang ada disekitarnya dapat bekerja dengan baik sebelum dan sesudah gips dipasang.
3) Fraktur miring (Oblique fractures)
Saat terjadi fraktur miring, seringkali posisi tulang terangkat lebih tinggi. Ujung tulang menjadi runcing,dan dapat merobek jaringan lainnya, sehingga fraktur ini akan berkembang menjadi fraktur yang disertai komplikasi.
4) (Comminuted Fractures)
Fraktur comminuted adalah salah satu kasus fraktur yang terjadi dimana tulang patah menjadi beberapa bagian, sebagian dari mereka menjadi lebih kecil dengan sedikit aliran darah. Walaupun fraktur pulih dalam waktu yang lama, kadangkala tidak dapat disatukan tanpa adanya tindakan operasi. Patah tulang seperti ini disebabkan oleh tekanan yang sangat besar. Kerusakan jaringan lunak sangat banyak dan disertai pembengkakan. Pemasangan gips sirkumferensial sebaiknya diberi jarak karena memperhitungkan adanya pembengkakan.
5) Fraktur terjepit (Impacted fracture)
Kadang-kadang patah tulang pada orang yang berusia lanjut disebabkan oleh jatuh dan ujung tulang saling berbenturan oleh adanya tekanan atau disebabkan oleh kontraksi otot. Fraktur seperti ini sulit dideteksi, seperti patah pada tibia yang berada di bawah persendian lutut. Tanda-tanda adanya patah terlihat adanya puncak pada bagian atas tibia yang seharusnya berada dalam posisi horizontal, tapi terkadang posisinya bergeser ke belakang. Contoh yang paling sering ditemukan untuk kasus ini adalah patah tulang pada pergelangan tangan.
6) Fraktur tertekan (Depressed fractures)
Ketika tulang pipih terbentur dengan benda keras, akan menekan tulang kedalam (fraktur tertekan). Dua bagian tulang yang sering mengalami fraktur ini adalah tulang tengkorak dan pelvis.
7) Fraktur bintang (Stellate fracture)
Disebabkan karena tulang pipih terbentur dengan benda keras pada satu titik, misalnya karena tendangan atau peluru yang masuk kedalam tempurung lutut. Hal ini menghasilkan retakan berbentuk bintang seperti halnya pecahan kaca yang pecah karena batu. Fragmen tulang tempurung (patella) ditahan oleh tendon otot quadriceps yang melingkarinya. Kasus patah tulang diatas adalah kasus yang paling banyak terjadi, tapi semua inihanya menggambarkan kasus fraktur tersebut, namun tidak dapat menjelaskan secara pasti bagaimana fraktur itu bisa terjadi.
2.2.2.3 Menurut Brunner dan Suddarth (2002), klasifikasi fraktur berdasarkan faktor fisiologis antara lain:
1) Greenstick fractures
Frakture ini terjadi pada tulang anak-anak yang “lunak”. Seperti sepotong dahan, jaringan tulang tersebut kadangkala membengkok walau tidak terjadi patah. Tulang tersebut ‘patah’ pada sisi luar (Cortex) dan efek bengkoknya sering terlihat pada sisi yang lainnya.




2) Fraktur patologis (Pathologis fractures)
Intinya, fraktur ini disebabkan oleh penyakit sehingga tulang menjadi lemah dan mudah patah hanya dengan adanya sedikit tekanan. Kadangkala hal seperti ini disebabkan oleh penyakit, misal : osteoporosis, tapi tidak tertutup kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh tumor tulang, dan menjadi gejala awal yang ditunjukkan bagi pasien yang mengidap tumor. Fraktur pada bagian tertentu, misalnya pada tulang belakang, bagian atas femur atau humerus, dengan sedikit benturan kecil harus ditangani dengan lebih hati-hati.
2.2.3 Diagnosa fraktur
Fraktur didiagnosa melalui riwayat kecelakaan dan pemeriksaan pasien secara klinis. Diagnosa ini sisa juga berdasarkan hasil rontgen X-Rays, tapi sering terjadi kekeliruan, sehingga kadangkala gagal untuk mendeteksi fraktur sampai tanda-tanda penyatuan mulai terlihat.
Gejala-gejala dan tanda awal terjadinya fraktur diketahui dengan adanya hal sebagai berikut (Brunner dan Suddarth, 2002:2358).
2.2.3.1 Sakit
Sakit adalah gejala umum dari fraktur. Biasanya pasien mengetahui persis tempat rasa sakit tersebut. Rasa sakit dapat memperburuk kondisi pasien itu sendiri, oleh karena itu tanganilah kasus cedera seperti ini secara hati-hati. Tungkai harus disanggah dan perhatikan agar ujung tulang tidak saling bersentuhan.
2.2.3.2 Pembengkakan
Besarnya pembengkakan tidak dapat menggambarkan tipe fraktur, meskipun hal tersebut sebagian besar berhubungan dengan kerusakan pada jaringan lunak, tapi hal ini yang paling utama adalah gangguan peredaran darah pada tungkai yang cedera. Kaki yang mengalami fraktur dengan posisi tergantung selalu mengalami pembengkakan kebih besar dibandingkan dengan kaki yang disanggah, oleh karena itu naikkan posisi kaki yang cedera sebelum dan sesudah gips dipasang. Setelah kaki digips, pasien dianjurkan untuk menggerakkan jari atau ibu jari kaki sehingga dapat mengurangi terjadinya pembengkakan.
2.2.3.3 Perubahan bentuk
Kadangkala perubahan bentuk terjadi pada cedera yang spesifik, seperti pada fraktur Colles. Perubahan bentuk disini disebabkan oleh arah tekanan yang dialami. Pada kasus lain, perubahan bentuk disebabkan oleh adanya otot yang menekan fragmen tulang secara langsung.
2.2.3.4 Kehilangan fungsi
Tidak mengherankan jika seseorang yang mengalami fraktur tidak mau menggerakkan kakinya karena akan menimbulkan rasa sakit. Namun, jika kaki tersebut di gips dan disangga, sangat dianjurkan untuk memfungsikan kembali kaki yang cedera tersebut, khususnya pergerakan pada jari. Jika pasien masih tidak bisa menggerakkan jari/ibu jarinya, kita harus menyelidiki lebih lanjut adanya kemungkinan cedera pada syaraf atau ada otot yang hilang.
2.2.3.5 Gerakan yang tidak normal
Ketika dokter memeriksa pasiennya, ia akan menekan tulang untuk merasakan interaksinya, mencatat apakah ada pergerakan yang terdeteksi. Hal ini tidak dapat dilakukan sembarangan orang kecuali dokter yang berwenang, karena akan sangat menyakitkan dan lebih buruk jika terjadi kerusakan lebih lanjut. Bagaimanapun, jika saat pasien dipindahkan diketahui bahwa kaki pasien dalam posisi yang tidak biasa, jangan memindahkannya sebelum diberi penyangga dengan benar, dan laporkan hal tersebut kepada tenaga medis.
2.2.3.6 Crepitus
Crepitus adalah suara berderak yang disebabkan ujung tulang saling bergesekan. Suara tersebut hampir mirip dengan suara saat tarikan rambut dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari. Jika suara tersebut terdengar, pastikan jangan menggerakan bagian tersebut karena itu akan sangat menyakitkan pasirn.
2.2.4 Pemulihan dan perawatan fraktur
2.2.4.1 Proses pemulihan tulang memakan waktu cukup lama dan melalui 5 tahap yaitu:
1) Proses pembentukan hemato, 2) Proses pembentukan sl baru, 3) Proses pembentukan callus/tulang, 4) Proses penyatuan, 5) Proses pembentukan kembali.
2.2.4.2 Perawatan Pasien Fraktur
1) Perawatan Pasien Fraktur Tertutup
Pasien dengan fraktur tertutup (sederhana) harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekutan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Pasien diajari bagaimana mengontrol pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat dan untuk meningkatkan kekuatan otot. Perencanaan dilakukan untuk membantu pasien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran pasien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan, pemantauan kemungkinan potensial masalah, dan perlunya melanjutkan supervisi perawatan kesehatan.
2) Perawatan pasien Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapak resiko infeksi osteomilitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang.
Ekstrimitas ditinggikan untuk meminimalkan terjadinya edema. Status neurovaskuler dikaji sesering mungkin. Suhu tubuh pasien diperiksa dengan interval teratur, dan pasien dipantau mengenai adanya tanda infeksi.
Penutupan primer mungkin tak dapat dicapai karena adanya edema dan potensial iskemia, cairan luka yang sangat terkontaminasi sebaiknya tidak dijahit, dibalut dengan pembalut steril, dan tidak ditutup sampai ketahuan bahwa daerah tersebut tidak mengalami infeksi. Profilaksis tetanus diberikan. Biasanya, diberikan antibiotika intravena untuk mencegah atau menangani infeksi serius. Luka ditutup dengan jahitan atau graft atau flap kulit autogen pada hari ke-5 sampai ke-7.

Tidak ada komentar: