SELAMAT HARI KESEHATAN NASIONAL KE 50


Jumat, 19 Juni 2009

PERTUSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KASUS PERTUSIS


1. KONSEP DASAR
1.1Pengertian.
1)Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960)
2)Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa, nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis Quinta, whooping cough, batuk rejan.
1.2Etiologi.
Kuman bordetella pertusis.
Ciri – ciri :
Merupakan coccobasilus granm negatif.
Berbentuk ovoid.
Memerlukan nutrisis tertentu untuk tumbuh.
Dengan pewarnaan tuluidin blue dapat terlihat granulabipolar metakromatik.
Terdapat kapsul.
Memerlukan suatu media pembenihan yaitu bordet gengou.
Sifat – sifat pertumbuhan :
Kuman aerob murni.
Membentuk asam.
Tidak membentuk gas pada media yang mengandung glukosa dan laktosa.
Sering menimbulkan hemolisis.
Kuman ini menghasilkan 2 macam toksin yaitu :
Toksin tidak tahan panas ( Heat Labile Toxin).
Endotoksin ( Lipopolisakarida).

1.3Patogenesis.
Penularan terutama melalui saluran parnafasan dimana bordoetella pertusis akan terikat pada epitel saluran pernafasan. Kemudian kuman ini akan mengalami multiplikasi disertai pengeluaran toksin sehingga menyebabkan inflamasi, nekrose trakea dan bronkus, mukosa akan mengalami kongesti dan infiltrasi limfoid dan polimorfonukleus leukosit. Disamping itu terjadi hiperplasi dari jaringan limpoid dan bronkial di ikuti oleh proses nekrose yang terjadi pada lapisan basal dan pertengahan epitel bronkus. Lesi ini merupakan tanda khas dari pertusis.
Setelah mikroorganisme terikat pada silia maka fungsi silia akan terganggu, sehingga aliran mukus atau lendir terhambat dan terjadi pengumpulan lendir. Akan menyebabkan ketidakefektifan jalan nafas.
Akibat dari inflamasi dan pengeluaran toksin juga berpengaruh pada general adaptasi sindrom (GAS) dimana pyrogen (baktersemia) mempengaruhi hipotalamus terjadi hipertermia, selain itu juga timbul masalah pada keseimbangan cairan dan nutrisi.
Patofisiologi
Bordetella pertusis

Terikat pada silia

Multiplikasi + Pengeluaran toxin

Inflamasi GAS


Infiltrasi Limfoid & polimorfonukleus leukosit Pyrogen (Baktersimia)


Hiperplasi jaringan limfoid dan broncial Hipotalamus

. Hipertermi
Nekrose epitel trakea & bronkus . Keseimbangan Cairan
. Nutrisi

Aliran muklus tidak lancar jalan nafas tak efektif


Compensasi


Batuk terus Menerus bg. Istirahat tidur


Hiperlakimasi Pendarahan sub conjungtiva


Fotofobi Injuri


Injuri

1.4Manifestasi Klinik.
1) Masa inkubasi atau tunas : 6 – 10 hari ( 7 hari ).
2) Lama sakit : 6 – 8 minggu.
3)Perjalanan klinis penyakit berlangsung dalam 3 stadium.
(1)Stadium kataralis = stadium prodmoral ( 1 – 2 minggu ).
Ditandai dengan:
Batuk ringan terutama pada malam hari
Pilek
Serak
Anoreksia dan
Demam ringan
Stadium ini menyerupai influenza
(2)Stadium spasmodik ( 2 – 4 minggu )
Ditandai dengan :
Batuk semakin berat sehingga pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik
Batuk panjang tidak ada inspirasi diantaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang) dan dalam berbunyi melengking
Diakhiri muntah disertai sputum kental
Dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis
Berkeringat pembuluh darah leher dan muka lebar.
(3)Stadium konvalensi ( 1 – 2 minggu ).
Jumlah dan beratnya batuk berkurang
Muntah berkurang
Nafsu makan timbul kembali




1.5Diagnosis.
Didasarkan pada :
1)Anamnesa : pertusis harus dicurigai pada individu yang mempunyai keluhan batuk murni / dominan dan jika tidak demam, malaise / mialoia, eksantema, enantema, nyeri tenggorok, parau, takipnea, mengi dan ronki.
2)Pemerikasaan fisik
3)Pemeriksaan laboratorium :
(1)Pemeriksaan leukositosis.
(2)Pewarnaan fluoresen / uji anti fluoresen langsung.
(3)Serologi.
1.6Diagnosa Banding :
1.6.1Bordetella parapertusis lebih ringan kurang lebih 5% dari penderita pertusis.
1.6.2 Bordetella broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis, sering pada binatang.
1.6.2Infeksi oleh clamydia.
Penyebab biasanya clamydia trachomatis.
Pada bayi menyebabkan pneumonia olekh karena terkena infeksi dari ibu.
1.6.3Infeksi oleh adenovirus tipe 1, 2, 3, 5.
Gejala hampir sama dengan pertusis seperti pada penyebab penyakit sebelumnya.
1.6.4Trakhea bronkitis.
Adalah suatu sindrom yang terdiri dari batuk, suara paraudan stridor inspiratoir.
1.6.5Bronkiolitis.
Merupakan penyakit infeksi paru akut ditandai dengan whizing ekspirator obstruksi broncioli.
1.6.6Infeksi bordetellah broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis sering pada binatang

1.7Komplikasi.
1.7.1Pada saluran nafas.
1)Broncopneumonia.
2)otitis media sering pada bayi dan infeksi skunder ( pneumoni ).
3)Bronkitis.
4)Atelektasis.
5)Empisema pulmonum.
6)Bronkiektasis.
7)Aktivase tubercolusa.
1.7.2Pada sistem saraf pusat.
1)Kejang, kongesti
2)Edema otak
3)Perdarahan otak
1.7.3Pada sistem pencernaan.
1)Muntah berat.
2)Prolaps rectum ( hernia umbilikus serta inguinalis ).
3)Ulkus pada frenulum lidah.
4)Stomatitis.
5)Emasiasi
1.7.4Komplikasi yang lain.
1)Epistaksis
2)Hemaptisis
3)Perdarahan sub konjungtiva
1.8Pengobatan.
1.8.1Terapi Kausal.
1)Anti Mikroba.
Agen anti mikroba diberikan karen kemungkinan manfaat klinis dan membatasi penyebaran infeksi. Entromisin 40 – 50 mg/kg/34 jam secara oral dalam dosis terbagi empat (max. 29/24 jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku. Beberapa pakar lebih menyukai preparat estolat tetapi etil suksinal dan stearat juga manjur.
2)Salbutamol.
Cara kerja salbutamol :
(1)Stimulan Beta 2 adrenalgik.
(2)Mengurangi proksimal.
(3)Mengurangi frekwensi apnea
Dosis yang dianjurkan 0,3 – 0,5 mg / kg BB / hari di bagi dalam 3 dosis.
3)Globulin imun pertusis
Hiperimun serum dosis intramuskuler besar, rejan sangat berkurang pada bayi yang diobati pada minggu pertama, penggunaan preparat imunoglobulin jenis apapun tidak dibenarkan.
1.8.2Terapi suportif (Perawatan Pendukung).
1)Lingkungan perawatan pasien yang tenang.
2)Pembersihan jalan nafas .
3)Istirahat yang cukup.
4)Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis.
5)Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila penderita muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parentral.

1.9Pencegahan.
Imunisasi alotif diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitea aktif.
Vaksin pertusis diberikan bersama-sama dengan vaksin difteri dan tetanus dosis pada imunisasi dasar dianjurkan 12 IU dan diberikan pada umur 2 bulan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1 bulan dengan hasil yang baik. Sedang waktu epidemi diberikan lebih awal lagi yaitu umur 2 – 4 minggu.

1.10Prognosis.
Prognosis tergantung ada tidaknya komplikasi paru dan susunan saraf yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian.
1)Identitas ( Ngastiyah, 1997 ; 32 )
(1) Mengenai semua golongan umur, terbanyak mengenai anak umur 1-5th
(2) Lebih banyak anak wanita dari pada anak laki –laki.
2)Keluhan Utama.
Batuk disertai muntah.
3)Riwayat Penyakit Sekarang.
Batuk makin lama makin bertambah berat dan diikuti dengan muntah terjadi siang dan malam. Awalnya batuk dengan lendir jernih dan cair diseratai panas ringan, lama–kelamaan batuk bertambah hebat (bunyi nyaring) dan sering, maka tampak benjolan, lidah menjulur dan dapat terjadi pendarahan sub conjungtiva.
4)Riwayat Penyakit Dahulu.
(1)Adanya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas.
(2)Batuk dan panas ringan, batuk mula-mula timbul pada malam hari, kemudian siang hari dan menjadi hebat.
5)Riwayat Penyakit Keluarga.
Dalam keluarga atau lingkungan sekitarnya, biasanya didapatkan ada yang menderita penyakit pertusis.
6)ADL.
(1) Nutrisi : muntah, anoreksia.
(2) Aktivitas : pada stadium akut paroksimal terjadi lemas /
lelah.
(3) Istirahat tidur : terganggu, akibat serangan batuk panjang dan
berulang-ulang.
(4) Personal hygiene : lidah menjulur keluar dan gelisah yang
berakibat keluar liur berlebihan.

(5) Eliminasi : sering terberak-berak, terkencing-kencing
bila sedang batuk.
7. Pemeriksaan fisik.
(1) Keadaan umum : Saat batuk mata melotot, lidah menjulur, batuk     dalam waktu yang lama dan berkeringat.
(2) Kepala  : Tampak pelebaran pembuluh darah yang jelas    dikepala dan leher, mata tampak menonjol, lidah    menjulur pendarahan sub conjungtiva dan    sklera,    hiperlokrimasi muka merah, cyanosis, terjadi pada    fase akut paroksimal.
(3) Dada    : Terdapat tarikan otot bantu pernafasan dengan                                                         cepat diikuti whezing inspirasi
(4) Abdomen     : Terdapat distensi abdomen .
8. Pemeriksaan penunjang
(1)Melakukan pemeriksan hapusan skret di nasofaring / lender yang dimuntahkan.
(2) Pada hapusan darah tepi akan dijumpai (20.000 – 50.000 sel / mm3 darah) dengan limfositosis yang predominan ( 60 %).
(3) Pemeriksaan serologis (imunofluorecent antibody) yaitu untuk mengetahui ada tidaknya kuman.
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul.
1)Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan dari       sekresi lendir, skunder terhadap fungsi silia / kerusakan epitel saluran        nafas.
2)Ganggaun pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan muntah yang lebih dan anoreksi.
3)Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) berhubungan dengan serangan batuk panjang dan berulang-ulang.
4)Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit, diit, perawatan dan obat – obatan pasien berhubungan dengan kurangnya informasi.
5)Hipertermia / peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan invasi kuman.
2.3 Intervensi.
2.3.1 Dx Kep I
Tujuan : Bersihan jalan nafas anak efektif kembali
Kriteria Hasil : - Ketiadaan peristiwa batuk spasmodik
Suara nafas yang vesikular
Intervensi :
(1)Kaji dan catat dibawah ini setiap 4 jam
Suara tenggorokan
Peristiwa batuk dan penyebabnya
Tanda dan gejala dari jalan nafas yang tidak efektif
Kesukaran pernafasan
Rasional :
Mengetahui setiap perubahab yang terjadi guna menentukan tindakan selanjutnya
(2)Hisap dengan hati – hati jika bayi / anak tidak mampu membersikan dalam nafas.
Rasional :
Dengan mengurangi sekret diharapkan proses pembersihan mukus/ sekret dapat efektif kembali.
(3)Catat frekwensi jumlah dan karakteristik dari sekret.
Rasional :
mengetahui keefektisitasan dan kemajuan dari setiap tindakan yang diberikan.
(4)Kaji dan catat pengetahuan keluarga dan partisipasinya dalam perawatan.
Rasional :
Mengetahui sejahu mana pengetahuan dan partisipasi keluarga dalam peran perawatan pasien.
(5)Anjurkan keluarga memberikan lingkungan yang tenang .
Rasional :
Lingkungan yang tenang merupakan sebagaian dari trapi suportif yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi pasien.
2.3.2 Dx Kep II.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
Porsi yang dibutuhkan / diberikan.
Intervensi :
(1) Kaji keluhan muntah dan anoreksia yang dialami klien.
Rasional :
Mengetahui / menetapkan cara menentukan tindakan perawatan dan cara
Mengatasinya.
(2) Berikan makanan yang tidak terlalu asin dan makanan yang tidak digoreng.
Rasional :
Makanan yang asin dan digoreng dapat meerangsang batuk.
(3) Berikan makanan / minuman setiap habis batuk dan muntah.
Rasional :
Pemberian makanan dan minuman setelah batuk dan muntah membantu memenuhi kebutuhan nutrisi.
(4) Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh klien.
Rasional :
Mengetahui sejkauh mana pemenuhan nutrisi klien.
(5) Timbang BB klien tiap hari.
Rasional :
Mengetahui status gizi klien.
(6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberiaan nutrisi parenteral.
Rasional :
Nutrisi parenteral sangan dibutuhkan oleh klien terutama jika intake peroral sangat minim.
2.3.3 Dx. Kep III.
Tujuan : Kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria Hasil : klien dapat istirahat dengan tenang.
Intervensi :
(1)Temani dan bantu bila anak muntah.
Rasional :
Dengan ditemani dan dibantu pada saat muntah akan menghilangkan kegelisahan dan kecemasan anak.
(2) Batasi aktivitas fisik dan hindarkan anak dari stress emosional (menangis, sedih, dan bercanda yang berlebihan) .
Rasional :
Pembatasan aktivitas fisik dan stress emosional penting untuk menghindarkan adanya penyebab serangan batuk.
(3) Berikan informasi setelah anak mendapat serangan dan sudah reda .
Rasional :
Informasi dapat diterima dengan mudah dan cepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
(4) Hindarkan sikap yang menunjukkan kekesalan.
Rasional :
Menunjukkan sikap kekesalan pada anak akan membuat anak ketakutan.
2.3.4 Dx Kep IV.
Tujuan : Pengetahuan keluarga tentang proses panyakit, diit, perawatan dan obat – obatan bagi klien pertusis meningkat.
Kriteria Hasil : Keluarga mampu menceritakan kembali tentang proses penyakit, diie, perawatan dan obat – obatan bagi klien Pertusis.
Intervensi :
(1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit pertusis.
Rasional :
Mengetahui sejauh mana informasi / pengetahuan tentang penyakit yang.
didapatkan sebelumnya.
(2) Kaji latar belakang pendidikan keluarga.
Rasional :
Memberikan penjelasan sesuai dangan tingkat pendidikan mereka sehingga penjelasan dapat dipahami.
(3) Jelaskan tentang proses penyakit, diit, perawatan dan obat – obatan klien dengan bahasa dan kata – kata yang mudah di mengerti.
Rasional :
Informasi dapat diterima dengan mudah dan cepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
(4) Jelaskan pada klien / keluarga semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya bagi klien.
Rasional :
Klien / keluarga lebih kooperatif dan kecemasannya menurun.
(5) Anjurkan kepada keluarga untuk bertanya hal – hal yang ingin diketahui berhubungan dengan penyakit yang dialami klien.
Rasional :
Mengurangi kecemasan dan memotivasi untuk kooperatif selama masih dalam perawatan / penyembuhan.



2.4 Pelaksanaan.
Tindakan keperawatan anak dengan pertusisi di dasarkan pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :
1)menghisap dengan hati –hati jika bayi / anak tidak mampu membersihkan jalan nafas.
2)Memberikan makanan yang tidak terlalu asin dan makanan yang tidak di goreng.
3)Memberikan makanan / minuman setiap habis batuk dan muntah .
4)Membatasi aktivitas fisik dan menghindarkan anak dari stress emosional .
5)Menjelaskan proses penyakit, diit, perawatan dan obat – obatan klien.
6)Menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya bagi klien.

2.5 Evaluasi.
Setelah tindakan keperawatan dilakukan , evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing – masing keperawatan sehingga:
1)Masalah teratasi atau tujuan tercapai.
2)Masalah teratasi sebagian atau tujuan teratasi sebagian.
3)Masalah tidak teratasi atau tujuan tidak tercapai.





DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Nelson, (1985), Ilmu Kesehatan Anak II, EGC , Jakarta.

Tidak ada komentar: